Jakarta – Memasuki tahun 2025, sektor pembiayaan otomotif menjadi salah satu yang terdampak ketidakpastian ekonomi global.
Namun, Ekonom Bank Danamon Indonesia, Hosianna Evalita Situmorang, melihat peluang cerah jika industri otomotif dapat beradaptasi dengan kebutuhan pasar.
“Yang pasti sih yang sejalan dengan kondisi Indonesia dari sisi infrastruktur,” kata Hosianna saat acara Media Gathering MUFG-Danamon-Adira Finance Automotive Industry Insights di Jiexpo Kemayoran Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025.
Dia menyebut, kendaraan hybrid yang mendominasi penjualan karena dikatakan lebih irit, serta harganya terjangkau dan secondary market-nya sudah terbentuk.
Menurut Hosianna, kendaraan hybrid merupakab segmen yang paling diminati masyarakat Indonesia. Hal ini karena kendaraan hybrid dianggap lebih irit, terjangkau, dan memiliki secondary market yang sudah mapan.
“Banyak hybrid yang saya dengar dari review saudara dan kolega itu sudah irit. Jadi, mereka merasa ke mana-mana lebih mobile karena sudah lebih irit,” tambahnya.
Di sisi lain, kendaraan listrik murni (electric vehicle/EV) masih menghadapi tantangan, terutama dari segi infrastruktur dan kurangnya riwayat pasar di Indonesia.
Berdasarkan data Gaikindo, pangsa penjualan EV masih berada di angka 10 persen, sedangkan hybrid telah menguasai sekitar 40 persen pasar otomotif.
“Karena orang Indonesia tipikalnya mudik, sementara infrastrukturnya masih berkembang untuk mendukung EV. Sedangkan hybrid kan dia lebih irit, lalu pasokan dan harga bensin sudah merata. Ini saya lihat perlu diberikan lebih dari industri otomotif ke konsumen kita,” saran Hosianna.
Selain tren kendaraan hybrid, Hosianna juga menyoroti peran faktor makroekonomi, seperti membaiknya daya beli masyarakat dan melandainya suku bunga acuan.
Peningkatan indeks keyakinan konsumen dan PMI Manufacturing Indonesia selama Desember 2024 dan Januari 2025 menjadi katalis positif bagi industri otomotif.
“Sebaliknya, dari 2024 akhir suku bunga sudah melandai. Nanti akan bertransmisi, suku bunganya turun, likuiditasnya membaik, dan konsumen lebih yakin,” sebutnya.
Terkait potensi dampak kebijakan Trump 2.0, Hosianna menilai hal tersebut tidak akan signifikan mempengaruhi pasar otomotif maupun perekonomian Indonesia.
“Kita lihat sih mungkin ada, tapi tak sebesar kayak mungkin Vietnam, Thailand, Kanada, dan Meksiko yang benar-benar direct support ke US. Jadi, kita lebih lihatnya indirect,” pungkasnya.